
Halo assalamualaikum
Apa kabar Bunda?
Sudah lama sekali saya tidak menulis topik parenting di blog ini. Sudah tiga tahun vakum dari topik parenting karena kemarin-kemarin saya sedang menekuni topik lain di bidang penulisan dan IT hehehe
Alhamdulillah kali ini bisa kembali menulis beberapa insight yang bisa saya bagikan kepada Bunda Ayah dan pembaca blog saya.
Di hari ini, Selasa 12 september 2023, syukur alhamdulillah saya bisa menghadiri kajian bulanan di sekolah anak saya dengan topik parenting. Materi kajiannya kebetulan adalah materi yang sedang saya butuhkan banget untuk mempersiapkan anak laki-laki saya, Naoki yang beberapa tahun ke depan akan memasuki usia baligh. Judul materinya yaitu Kiat Mempersiapkan Anak Menjelang Aqil Baligh sesuai Sunnah dan Kodratnya yang dibawakan oleh ustadzah Hj.Iis Kurniati, S.E.
Menurut hemat saya meski Naoki sekarang belum masuk ke dalam tahapan usia baligh, tidak ada salahnya untuk mempersiapkan diri dengan membekali ilmu agar supaya nanti saat masanya tiba, saya sudah tidak kaget banget dan paham bagaimana cara menghadapi situasinya jikalau ada problem dan semacamnya.
Tidak ada anak salah gaul, yang ada adalah anak salah asuh
Di awal pemaparan materi, ustadzah Iis menyampaikan teori yang dikemukakan oleh pakar psikologi Amerika Serikat, G. Stanley Hall tentang krisis identitas yang wajar dialami oleh para remaja yang dikenal dengan istilah “Strom and Stress”.
Menurutnya remaja tidak dapat digolongkan sebagai anak-anak lagi karena fisiknya yang sudah tumbuh besar tapi juga tidak bisa digolongkan sebagai orang dewasa karena secara pemikiran memang belum matang. Di usia ini, remaja umumnya mengalami perubahan secara fisik dan emosi sehingga perilakunya akan berubah menjadi membangkang pada orangtua, memberontak, dan sikap buruk yang melekat lainnya pada remaja.
Stanley Hall juga berkesimpulan bahwa hal ini adalah wajar karena memang menjadi tahap perkembangan yang harus dilewati oleh setiap remaja untuk menemukan jati dirinya.
Namun teori ini dibantah oleh seorang doktor muslim, yaitu Dr. Khalid Ahmad Asy-Syantut,seorang pakar pendidikan dari King Abdul Aziz University, Jeddah . Ia beranggapan bahwa bahwa sikap buruk remaja barat bisa jadi tanda gagalnya para orangtua barat dalam mendidik anak di usia dini sehingga berdampak pada buruknya sifat mereka saat usia remaja.
Dr. Ahmad Asy-Syantut beranggapan jika saja penelitian dilakukan pada pemuda-pemudi di Timur Tengah seperti negara Arab Saudi, Madinah, dan Palestina mungkin hasilnya akan berbeda. Yang akan ditemui adalah pemuda-pemudi soleh soleha berkat pendidikan baik yang diajarkan orangtuanya saat mereka masih kanak-kanak dimana fondasi jati diri sudah dikenalkan lewat ajaran akidah islam.
Salah satu bukti bahwa pemuda islam tidak seperti yang digambarkan Dr.Stanley adalah pemuda-pemuda zaman kejayaan islam seperti Muhammad Al Fatih yang diusia 11 tahun sudah mampu menjadi pemimpin sebagai gubernur dan menaklukan Konstantinopel di usia 21 tahun.
Sehingga menurut ustadzah Iis sebetulnya tidak ada remaja yang nakal atau salah gaul, yang ada karena salah asuh. Jika di masa anak-anak fondasi agama dan pendidikan karakternya bagus maka hasilnya akan terlihat saat remaja.
Lalu bagaimana solusinya?
Ustadzah kemudian menyampaikan bahwa ketika pada masa remaja, kita orangtua menemui perilaku keliru dari anak kita, yang harus dilakukan pertama bukanlah menyalahkan dan memarahi mereka tapi lakukanlah muhasabah atau merenungkan diri bahwa mungkin ada hutang pengasuhan yang tidak tertunaikan di masa mereka anak-anak.
Hutang pengasuhan seperti apa?
Jadi sebetulnya di dalam ajaran islam, setiap fase usia anak itu ada hak-hak pengasuhan yang harusnya didapatkan anak dari orangtuanya. Yang jika hak ini tidak dipenuhi maka akan menjadi hutang pengasuhan dan menyebabkan problem di masa remaja atau bahkan dewasa. Apa saja hak pengasuhan itu, simak penjelasannya dibawah ini.
- Tahap pertama usia 0-7 tahun, perlakukan anak seperti raja
Di fase ini perlakukan anak dengan penuh kasih sayang dengan pemeran utama sebagai pendidik adalah ibu. Ibu harus lekat dengan anak lewat menyusui, mengendong, stimulasi bermain dan bentuk kasih sayang lainnya. Emosi dan ketenangan hati ibu akan mengalir dalam diri anak pada fase ini sehingga ayah perlu juga berperan sebagai peran pembantu yaitu memastikan ibunya bisa menjalani masa-masa mengasuh dengan tenang dan gembira.
- Tahap kedua usia 8-14 tahun, perlakukan anak seperti tawanan
Di fase kedua ini, pemeran utama bukan lagi ibu melainkan ayah. Anak harus mulai belajar tentang bagaimana berlogika, berpikir kritis dan belajar bertanggung jawab lewat kebersamaan dengan ayah. Di fase ini sering libatkan kegiatan dengan ayah seperti hiking, berpetualang, bersepeda. Ajarkan juga tentang pekerjaan rumah seperti mencuci piring, membersihkan rumah agar anak bisa belajar mandiri.
Ustadzah menyampaikan dua fase ini akan jadi penentu. Jika perkembangannya tidak terpenuhi, maka dia akan tumbuh menjadi anak yang follower alias tidak punya pendirian, tidak punya otoritas diri dan mudah terpengaruh lingkungan. Oleh karena itu penting sekali membekali anak dengan ilmu agama dan kerja sama antara orangtua yaitu ibu dan ayah dalam mendidik anak sesuai usia yang sudah dijelaskan di atas.
Fenomena fase Baligh yang lebih cepat pada anak jaman sekarang
Fenomena yang terjadi pada remaja kita saat ini, akibat tayangan sosial media seperti tiktok dan youtube yang sering menampilkan tayangan yang kurang sesuai untuk anak-anak ternyata berpengaruh pada perkembangan pubertas yang terjadi lebih cepat.
Banyak anak usia SD yang sudah mengalami baligh namun sayangnya baligh-nya ini tidak dibarengi dengan perkembangan akal atau aqil, padahal seharusnya aqil dan baligh ini berkembang secara bersamaan. Istilahnya sudah buper secara fisik tapi akalnya belum, sehingga banyak anak menjalani pergaulan bebas hingga hamil di luar nikah karena belum mampu mengendalikan nafa nafsunya atau malah tidak tahu cara mengendalikannya, padahal dalam islam cara mengendalikan nafsu sudah ada ajarannya salah satunya dengan berpuasa.
Alhamdulillah setelah dipaparkan oleh ustadzah jadi tersadarkan pentingnya fondasi agama buat anak untuk menghindari hal-hal buruk di fase baligh mereka nanti. Di akhir sesi, ustadzah menyampaikan beberapa kiat yang bisa dipersiapkan orangtua sebelum memasuki usia aqil baligh.
Kiat Mempersiapkan Anak Menjelang Aqil Baligh
- Mengajarkan fondasi tauhid dan akidah
Fondasi ini penting agar anak tahu dan paham apa tujuan hidupnya sehingga ketika remaja ia tidak mengalami krisis identitas. Anak perlu dikenalkan apa tujuan hidup di dunia dan bagaimana islam mengajarkan tentang tujuan hidup kita sebagai seorang muslim.
- Memperkenalkan perbedaan perbuatan baik dan buruk
Mengajarkan hal-hal yang diperintahkan dan dilarang dalam ajaran islam dan apa konsekuensi dari setiap perbuatan baik dan buruk yang dilakukan.
- Memperkenalkan jati diri yang sempurna bagi anak laki-laki dan perempuan
yaitu dengan mendidik anak laki-laki dengan karakter pemimpin dan anak perempuan dengan kelembutan. Contohnya bisa dimulai dengan melakukan pembagian tugas di rumah, anak perempuan memasak dan urusan dalam rumah sementara anak laki-laki mengerjakan tugas di luar rumah seperti membersihkan halaman rumah, mencuci motor & mobil, mengecat dll
- Mengajarkan potensi anugerah kasih sayang dari Allah salah satunya tentang jatuh cinta.
Bahwa jatuh cinta adalah hal normal dialami remaja namun harus ditekankan bahwa harus jatuh cinta kepada lawan jenis bukan sesame jenis untuk mengindari masuknya faham LGBT pada anak-anak.
- Terakhir berupaya membentuk imun
Jika anak diasuh (dididik) dengan baik maka ketika berada pada lingkungan seburuk apapun, anak akan mampu memfilter hal baik buruk untuk dirinya sendiri dan tidak akan mudah terpengaruh lingkungan.
Jadi, Bunda demikian sedikit dari insight yang saya dapatkan dari materi kajian hari ini. Jika ada yang perlu ditambahkan atau ada koreksi jangan sungkan ya untuk disampaikan lewat kolom komentar di bawah atau bisa juga lewat email saya di twihayanti@gmail.com
Hatur nuhun